Jumat, 20 Januari 2017

Perbedaan antara Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan




A.  MASYARAKAT PERKOTAAN

Kajian tentang masyarakat kota ditekankan pada pengertian kotanya dengan ciri dan sifat kehidupannya. Dalam masyarakat kota kebutuhan primer dihubungkan dengan status sosial dan gaya hidup masa kini sebagai manusia modern. Gejala yang paling menonjol pada masyarakat perkotaan adalah mngenai pola interaksinya atau dalam sistem hubungannya antara satu individu dengan individu lainnaya.
Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam hal ini kita kenal kota sebagai : ibu kota, kota daerah tingkat I, kota daerah tingkat II, maupun kota kecamatan. Di samping itu kota juga merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi. Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang baik, tidaklah aneh kalau kota tersebut merupakan jaringan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota itu sendiri bahkan negara pada umumnya. Maka dari itu bagi kota yang letaknya strategis baik dari lalu lintas darat, laut maupun udara, akan berkembang dengan pesat. Misalnya Jakarta, Surabaya dan sebagainya.
Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik merupakan dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan perkembangan masyarakat. Perkembangan yang dimaksud adalah suatu pertumbuhan yang menjadikan masyarakat selalu berubah (bertambah). Makin besar pertambahan penduduk, makin nampak pula ciri kekotaan  suatu tempat. Pertambahan penduduk ada dua kemungkinan, yaitu: adanya kelahiran mupun perpindahan. Dan pertambahan karena perpindahan yang biasanya sangat kuat/besar. Jumlah penduduk pada umumnya di kota sangat padat, di samping itu juga heterogen. Hal ini disebabkan bahwa kota merupakan tempat penampungan perpindahan penduduk dari berbagai tempat, baik pendatang yang resmi/tercatat maupun pendatang liar/tidak tercatat. Para pendatang baru tersebut berasal dari berbagai suku, agama maupun berbagai lapisan sosial.
Walaupun jumlah penduduknya padat, hidup berdekatan satu dengan yang lain, tetapi hubungan diantara mereka terjadi sepintas kilas saja, kurang akrab dan dingin. Hidup diantara tetangga yang sangat berdekatan, tetapi terasa sepi dan hampa. Semua tali hubungan dijalin secara formal dan kaku. Masyarakat kota lebih mengarah pada perhitungan rugi laba yaitu yang memberi keuntungan pada dirinya. Maka dari itu hidup di kota sebenarnya kurang nyaman/tentram, di samping indivualistis dan kikir. Rasa suka dan duka harus dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan bersama keluarganya. Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk diharapkan. Namun, pernah juga kadang kita jumpai ada anggota masyarakat yang dermawan, tetapi yang demikian itu sangat jarang, bahkan sifat dermawan tersebut kadang-kadang mempunyai maksud tertentu.
Sistem perekonomian kota tidak terpusat pada satu jenis saja, melainkan sangat bervariasi. Dan di kota besar banyak pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua warga kota dapat melakukannya. Dengan kegiatan ekonomi di kota yang beraneka ragam dan kompleks tersebut, akhirnya menghasikan sistem pelapisan sosial dari anggota masyarakat yang bersangkutan. Dalam sistem kegiatan ekonomi di kota tugas dan pekerjaan pada umumnya dilakukan secara terus menerus baik pagi, siang dan malam. Ini merupakan salah satu penyebab hubungan antara anggota masyarakat di kota merupakan salah satu penyebab hubungan antara anggota masyarakat di kota menjadi renggang dan terbatas.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada tuhan yang maha Esa, biasanya cukup terarah dan ditekankan pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya. Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki.   
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa ciri-ciri dari masyarakat kota adalah sebagai berikut:
1) Hiterogenitas sosial: Kota merupakan melting pot bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing kelompok berusaha diatas kelompok yang lain.
2) Hubungan sekunder: Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) serba terbatas pada bidang hidup tertentu.
3) Toleransi Sosial: Pada masyarakat kota orang tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya secara mendasar dan pribadi, sebab masing-masing anggota mempunyai kesibukan sendiri.
4) Kontrol Sekunder: Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi atau sosial berjauhan.
5) Mobilitas Sosial: Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun tempat tinggal.
6) Individual: Akibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan masyarakat di kota menjadi individual apakah yang mereka inginkan dan rasakan, harus mereka rencana dan laksanakan sendiri.
7) Ikatan Sukarela: Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu yang mereka sukai (kesenian, olah raga, politik), secara sukarela ia menggabungkan diri dan berkorban.
8) Segregasi Keruangan: Akibat dari hiterogenitas sosial dan kompetisi ruang, terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan sebagainya.

B.   MASYARAKAT PEDESAAN

Menurut koentjaraningrat, suatu masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial yang didasarkan atas dua macam prinsip. Yaitu:
a) Prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
b) Prinsip hubungan tinggal dekat (teritorial)
Kurang lebih 81,2% dari wilayah indonesia bertempat tinggal di desa. Partisipasi masyarakat pedesaan amat diperlukan bagi hasilnya pembangunan dan sekaligus akan dapat meningkatkan penghidupan masyarakat di pedesaan. Desa itu adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.
Mendasarkan diri pada tingkat pendidikan dan tingkat teknologi penduduknya masih tergolong belum berkembang maka kenampakannya adalah sebagai wilayah yang tidak luas, dengan corak kehidupannya yang sifatnya agraris dengan kehidupan yang sederhana. Jumlah penduduknya tidak besar dan letak wilayah ini relatif jauh dari kota. Wilayah ini pada umumnya terdiri dari pemukiman penduduk, pekarangan dan persawahan. Jaringan jalan belum begitu padat dan sarana trasnportasi sangat langka. Kemajuan negara dan kehidupan modern telah banyak pula menyentuh daerah atau wilayah pedesaan, sehingga wujud desa sudah pula menunjukkan banyak perubahan.
Desa biasanya didiami oleh beberapa ribu orang saja, yang sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka sering kita jumpai bahwa satu desa tersebut merupakan satu saudara semua/kerabat. Untuk mengatur hubungan kekeluargaan menjadi lebih dekat, maka kerabat yang strukturnya sudah jauh dikawinkan dengan keturunannya. Hal ini disebabkan juga oleh cakrawala pandangan orang desa/ hubungan orang desa yang relatif terbatas. Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Satu dengan yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka yang dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota. Pertemuan-pertemuan dan kerja sama untuk kepentingan sosial lebih diutamakan dari pada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan gotong royong.
Unsur-unsur desa: 
  1. Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
  2. Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
  3. Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa.
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan.
Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “living unit”. Daerah menyediakan kemungkinan hidup, penduduk menggunakan kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata kehidupan, dalam artian yang baik memberikan jaminan akan ketenteraman dan keserasian hidup bersama di desa.
Kehidupan keagamaan di desa berlangsung sangat kuat dan serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh agama. Hal ini disebabkan cara berfikir masyarakat desa yang kurang rasional. Perhatian pada kesehatan, kebersihan lingkungan, maupun perhitungan ekonomis kurang, asalkan pandangan menurut agama dan adat positif, cara demikianlah yang dipilihnya. Perkembangan teknologi pada masyarakat desa terjadi sangat lamban, semua berjalan sangat tradisional. Barang-barang hasil produksinya adalah barang pertanian maupun barang kerajinan, yang semuanya tersebut dikerjakan secara tradisional. Hasil teknologi modern yang masuk ke daerah/pedesaan hanyalah barang-barang konsumsi (TV, Radio, Tape Recorder dan lain sebagainya). Sedang barang-barang modul atau barang antara (Mesin dll), belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal ini mengingat situasi dan kondisi-kondisi daerah pedesaan belum mengijinkan.  

Dari uraian diatas, maka secara singkat ciri-ciri masyarakat desa pada umumnya sebagai berikut :
  1. Homogenitas Sosial: Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen.
  2. Hubungan Primer: Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara akrab, semua kegiatan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi.
  3. Kontrol Sosial yang Ketat: Diatas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat desa sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain.
  4. Gotong Royong: Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat desa tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik.
  5. Ikatan Sosial: Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat.
  6. Magis Religius: Kepercayaan kepada tuhan yang maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya.
  7. Pola Kehidupan: Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.  

C. Perbedaan Dari Berbagai Segi

 1. Segi Agama
   Masyarakat pedesaan dikenal sangat religious. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya tahlilan, rajaban, jumat kliwon, dan lain-lain. 
Sedangkan Kehidupan keagamaan di kota berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.

2. Segi Sosial

   Masyarakat desa sangat mengutamakan social life nya. Mereka bergotong royong melakukan hal tanpa ada unsur uang/materi. Namun karena masyarakat kota yang syarat akan materi jadi segala sesuatu yang dilakukan atas dasar materi untuk kepentingan diri sendiri.

3. Segi Lingkungan Alam


   Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. 
Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.

4. Segi Pekerjaan

   Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani dan berdagang sebagai pekerjaan sekunder. Namun di masyarakat perkotaan, mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.

5. Segi Kepadatan Penduduk


    Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.

6. Homogenitas dan Heterogenitas

   Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Di kota sebaliknya, penduduk heterogen terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, dan mata pencaharian.

D. Hubungan Desa & Kota

   Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan
Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota. 
   Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.

E. Kesimpulan
   Masyarakat desa dengan masyarakat kota itu sangat bertolak belakang baik dari lingkungan,cara berpikir,lapisan sosial,tingkah laku,adat  serta jumlah penduduk nya pun berbeda.
   Masyarakat desa lebih  ke tradisional dan masyarakat kota lebih mengarah ke perkembangan dunia dengan kata lain masyarakat kota itu mengikuti zaman.
   Masyarakat desa juga mengikuti zaman tetapi perilaku mereka masih di pengaruhi oleh adat dan kebudayaan.
   Adat kebudayaan masyarakat desa masih sangat kental,  berbeda dengan masyarakat kota yang hampir keseluruhan adat dan kebiasaan nya sudah di pengaruhi oleh kebudayaan luar.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. M. Soelaeman Munandar. Ilmu Sosial Dasar. Bandung : PT. Refika Aditama. 2006
Drs. H. Hartono dan Dra. Aziz Arnicun. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2008
Fahrul Rizal dkk. Humanika Materi IAD, IBD, ISD. Jakarta : Hijri Pustaka Utama. 2009