Jembatan merupakan salah satu bentuk konstruksi
yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan. Seperti sungai, lembah
dan lain-lain sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal
dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yakni :
- Bangunan
Bawah ( Sub Struktur )
Bangunan
bawah terdiri dari pondasi,
abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
- Bangunan
Atas ( Super Struktur )
Bangunan
atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar.
Persyaratan Umum Jembatan
Prinsip-prinsip Umum Perencanaan
Harus
berdasarkan prosedur yang memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan
Keadaan batas :
a.
Keadaaan Batas Ultimit
b.
Keadaan Batas Layan
Keadaan Batas Ultimit
Adalah
aksi yang diberikan pada jembatan yang menyebab-kan sebuah jembatan menjadi
tidak aman.
Keadaan
Batas ultimit terdiri dari :
a.
Kehilangan keseimbangan
statis
b.
Kerusakan sebagian jembatan
c. Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk dimana
satu bagian jembatan atau lebih mencapai kondisi runtuh
d. Kehancuran dari bahan fondasi yang menyebabkan
pergerakan yang berlebihan atau kehancuran bagian utama jembatan
Keadaan
Batas Layan
Keadaan
Batas Daya Layan akan tercapai jika reaksi jembatan sampai pada suatu nilai,
sehingga:
a.
Tidak layak pakai
b.
Kekhawatiran umum terhadap
keamanan
c.
Pengurangan kekuatan
d.
Pengurangan umur pelayanan
Keadaan Batas Daya Layan
Keadaan
Batas Daya Layan adalah :
a.
Perubahan bentuk
b.
Kerusakan permanen
c. Getaran
d.
Penggerusan
Umur Rencana
Umur
rencana jembatan diperkirakan 50 tahun, kecuali :
a. Jembatan
sementara ……… 20 tahun
b.
Jembatan khusus ………….. 100 tahun
Persyaratan Pilar dan Kepala
Jembatan
a.
Gangguan terhadap jalannya
air terbatas/seminimal mungkin
b.
Menghindarkan tersangkutnya
benda hanyutan
c.
Memperkecil rintangan bagi
pelayaran
d.
Letak diusahakan sedapat
mungkin sejajar dengan aliran arus banjir
Ruang Bebas Vertikal
Paling
sedikit 1,0 m antara titik paling rendah bangunan atas jembatan dan tinggi muka
air banjir rencana pada keadaan batas ultimit.
Perkiraan Banjir Rencana
a.
Tinggi muka air banjir sesuai
dengan debit banjir rencana
b.
Untuk perhitungan gerusan,
muka air harus merupakan banjir rencana terendah sesuai banjir rencana
c. Untuk perhitungan arus balik, muka air harus
merupakan banjir tertinggi sesuai banjir rencana
Persyaratan Tahan Gempa
Pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam perencanaan tahan gempa :
a.
Resiko gerakan-gerakan
b.
Reaksi tanah terhadap gempa
di lapangan
c.
Sifat reaksi dinamis dari
seluruh struktur
Pokok-pokok Perencanaan
Kriteria umum
a.
Kekuatan unsur struktural dan
stabilitas keseluruhan
b.
Kelayanan struktural
c.
Keawetan
d.
Kemudahan konstruksi
e.
Ekonomis dapat diterima
f.
Bentuk estetika
Tahapan
Perencanaan
Tahap 1
Kumpulkan informasi yang diperlukan untuk menjelaskan fungsi jembatan,
geometri dan beban:
a.
Lebar jembatan
dan jumlah jalur
b.
Lebar trotoir
c.
Alinyemen
jembatan
d.
Geometri sungai
e.
Karakteristik
aliran sungai
f.
Besaran-besaran
tanah
g.
Perlengkapan umum
h.
Beban jembatan
i.
Jarak bebas
vertikal dan horizontal
j.
Bangunan atas
yang tersedia
Tahap 2
Gunakan informasi yang terkumpul dalam tahap 1 untuk menentukan semua
hambatan geometrik pada struktur yang diusulkan:
a.
Alinyemen jalan
yang diusulkan
b.
Persyaratan
aliran keadaan batas
c.
Potensi gerusan
d.
Lokasi bahan
pondasi dan potensi kelongsoran tebing
e.
Lokasi dan lebar
alur utama sungai
f.
Persyaratan
konstruksi dan pelaksanaan
g. Persyaratan
pemeliharaan
h. Aksi seismic
Tahap 3
Dengan kreatifitas tentukan daftar rencana
alternatif terbaik. Dalam batas hambatan geometrik yang ditentukan dalam tahap
2, dipilih 2 atau 3 kombinasi bangunan bawah/pondasi/bangunan atas yang
memenuhi pokok perencanaan secara baik.
a.
Rancangan
Percobaan
b.
Jenis dan dimensi
bangunan atas dan bangunan bawah tipikal :
·
Bangunan atas kayu
·
Bangunan atas baja, komposit
·
Bangunan atas beton bertulang
·
Bangunan atas beton prategang
·
Bangunan
bawah tanah dengan pondasi langsung, sumuran dan tiang pancang
c. Rancangan Percobaan
Tahap 4
Laksanakan analisis perencanaan sementara untuk
alternatif terbaik dari tahap 3. Rencana-rencana sementara tersebut memberikan
dimensi yang diperlukan untuk mencapai kekuatan dan tujuan stabilitas
Tahap 5
Perkirakan biaya untuk alternatif-alternatif
tersebut. Perkiraan biaya tersebut digunakan untuk menentukan alternatif (bila
ada) yang ekonomis dapat diterima
Tahap 6
Selesaikan rencana sementara yang menghemat
biaya dan buatlah: gambar rencana, laporan perencanaan dan perkiraan biaya yang
baru
Tahap 4, 5 dan 6 – Penentuan
Perancangan
a.
Perancangan sesuai dengan
hasil data yang dikumpulkan
b.
Membuat rancangan
alternatif-alternatif
c.
Membuat perhitungan perkiraan
biaya berdasarkan volume
d.
Pemilihan rancangan akhir
e.
Dokumen lelang
Peraturan
yang Legal dalam Perencanaan Jembatan
1. SNI 03-1725-1989, Pedoman perencanaan
pembebanan jembatan jalan raya.
2. SNI 2838:2008, Standar perencanaan ketahanan
gempa untuk jembata.
3. SNI 03-2850-1992, Tata cara pemasangan
utilitas di jalan.
4. RSNI T-02-2005, Standar pembebanan untuk
jembatan.
5. RSNI T-03-2005, Standar perencanaan struktur
baja untuk jembatan.
6. RSNI T-12-2004, Standar perencanaan struktur
beton untuk jembatan.
7. Pd-T-13-2004-B, Pedoman penempatan utilitas
pada daerah milik jalan.
8. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor
12/SE/M/2010 tentang peta gempa 2010.
Bagian-bagian
Konstruksi Jembatan
Konstruksi
Bangunan Atas (Superstructures)
Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada
pada bagian atas suatu jembatan, berfungsi menampung beban-beban yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan orang, kendaran, dll, kemudian menyalurkan pada
bangunan bawah.
Konstruksi bangunan atas meliputi:
1. Trotoar, yaitu jalur pejalan kaki yang
umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan
untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Bagian dari trotoar
meliputi:
a. Sandaran dan tiang sandaran
b. Peninggian trotoar
c. Konstruksi trotoar
2. Lantai kendaraan dan lapis perkerasan
3. Balok diafragma/ikatan melintang
4. Balok gelagar
5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,
ikatan tumbukan
6. Perletakan (rol dan sendi)
Konstruksi
Bangunan Bawah (Substructures)
Bangunan bawah pada umumnya terletak di sebelah
bawah bangunan atas. Fungsinya untuk menerima beban-beban yang diberikan
bangunan atas dan kemudian menyalurkan kepondasi, beban tersebut selanjutnya
oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Konstruksi bangunan bawah meliputi :
1. Pangkal jembatan (abutment dan pondasi)
2. Pilar (pile cap dan pondasi)
Bentuk-bentuk
Jembatan
Jembatan kayu gelondongan
Batang kelapa yang digunakan pada jembatan |
Jembatan kayu gelondongan adalah jembatan yang terjadi karena
ada pohon yang tumbang dan secara kebetulan memotong suatu sungai sehingga
dapat digunakan sebagai jembatan, tetapi dapat juga dengan sengaja direncanakan
membangun jembatan yang terbuat dari kaya gelondongan. Bahan kayu gelondongan
yang bisanya digunakan berupa:
·
kayu bulat dari batang kayu yang
lurus,
·
batang kelapa,
·
batang pinang,
·
bambu
Batang
kelapa banyak digunakan didaerah pedesaan karena mudahnya memperoleh bahan
pohon kelapa, kekuatan yang besar, relatif lurus, dan bisa mencapai panjang 30
meter. Batang kelapa juga digunakan sebagai bahan untuk membangun jembatan
darurat bila jembatan yang ada mengalami kerusakan. Jembatan kayu gelondongan
ini hanya sesuai untuk jembatan dengan bentangan yang pendek. Sedang jembatan
bambu biasanya digunakan untuk jembatan kecil, dan untuk bentang yang pendek,
namun untuk meningkatkan kekuatan dapat dibuat dengan mengadopsi struktur
rangka baja.
Jembatan busur
Bentuk-bentuk
jembatan busur
|
Merupakan jembatan yang sudah dikenal zaman romawi yang dibangun
dengan susunan batu yang diatur sedemikian sehinga beban lalu lintas maupun
jembatan itu sendiri yang dipikul pada jembatan didistribusikan dengan baik
pada kedua sisi abatemen jembatan, untuk jembatan yang panjang digunakan lebih
dari dua busur. Konsep ini kemudian dikembangkan pada pembangunan jembatan
modern dengan menggunakan rangka baja ataupun dari beton. Jembatan seperti ini
banyak digunakan di Indonesia, baik pada jembatan jalan, maupun pada jembatan
kereta api.
Berdasarkan
letak lantai yang digunakanan untuk lalu lintas kendaraannya serta bentuk
busur, maka beberapa bentuk jenis yang umum dipakai, yaitu :
1.
Deck Arch, merupakan salah satu
jenis/bentuk jembatan busur dimana letak lantainya menopang beban lalu lintas
secara langsung dan berada pada bagian paling atas busur, yang mengambil bentuk
seperti konsep awalnya.
2.
Through Arch, merupakan jenis
jembatan busur yang lain dimana letak lantainya berada tepat di springline
busurnya, jembatan seperti ini biasanya dibangun dengan menggunakan bahan baja,
3.
A Half – Through Arch, Salah satu
jenis jembatan busur dimana lantainya kendaraannya berada di antara springline
dan bagian busur jembatan, atau berada di tengah-tengah. Jembatan seperti ini
biasanya digunakan untuk bentang yang panjang.
Jembatan balok
Tekanan dan tarikan yang bekerja pada jembatan balok |
Merupakan jembatan yang paling sederhana kalau ditinjau dari
bentuk struktural karena didukung oleh penyangga/ubutment awal dan akhir dari
dek jembatan, disebut juga sebagai beam bridge. Konsep ini pada
awalnya dikembangkan dua batang pohon (terbasuk batang kelapa) yang dipasangin
lantai. yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan balok beton pracetak
ataupun menggunakan girder baja profil ataupun kotak (box girder).
Beban
yang bekerja pada jembatan bolok ini mengakibatkan permukaan atas balok yang
didorong ke bawah atau dikompresi sedangkan pada bagian bawah ditarik sehingga
mengakibatkan lendutan ditengan jembatan. Atas dasar inilah serta sifat-sifat
material yang akan digunakan dilakukan perhitungan/desain dari jembatan yang
akan dibangun.
Balok
yang digunakan untuk pembangunan jembatan seperti ini dapat berupa:
·
Baja profil I, L atau H
·
Baja Box Girder
·
Pipa baja
·
Beton pratekan
·
Beton box girder
Jembatan kerangka
Merupakan
jembatan yang konsepnya hampir sama dengan jembatan lengkung disebut juga
sebagai truss bridge. Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan
menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya
menampung sebagian berat struktur jembatan tersebut. Membutuhkan biaya yang
lebih murah untuk membangun jembatan jenis ini karena penggunaan bahan yang
lebih efisien.
Pada
gambar berikut ditunjukkan beberapa jenis jembatan kerangka yang biasa digunakan:
Jembatan gantung
Jembatan
gantung atau dikenal sebagai Suspension Bridge merupakan digantungkan dengan
menggunakan tali untuk jembatan gantung yang sangat sederhana dan kabel baja
pada jembatan gantung besar. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung
dari menara jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti
terbalik yang digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam
(ruangan di air yang dikeringkan untuk pembangunan dasar jembatan). Caisson
atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Jembatan
gantung terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang.
Jembatan ini memiliki panjang 12.826 kaki (3.909 m).
Pada
gambar berikut ditunjukkan konsep jembatan gantung:
Jembatan kabel
penahan
Jembatan kabel penahan yang digunakan menghubungkan pulau Jawa dan Madura |
Seperti jembatan gantung, jembatan ini ditahan oleh kabel disebut juga sebagai Cable-Stayed Bridge. Bedanya, selain jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit, jembatan ini memiliki menara penahan kabel yang lebih pendek daripada jembatan gantung. Jembatan kabel-penahan terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Sutong yang melintasi Sungai Yangtze di China. Salah satu contoh jembatan kabel penahan di Indonesia yaitu Jembatan Tenggarong yang runtuh pada bulan Nopember 2011 diakibatkan kesalah prosedur pada saat melakukan perawatan.
Jembatan
Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan
Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal),
Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang
di Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan
layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge) yang merupakan
jembatan bentang, dan jembatan utama (main bridge) yang merupakan jembatan
kabel penahan.
Jembatan penyangga
Jembatan
penyangga atau dikenal sebagai cantilever bridge merupakan jembatan balok
disangga oleh tiang penopang dikedua pangkalnya, maka jembatan penyangga hanya
ditopang di salah satu pangkalnya. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk
mengatasi masalah pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk
menahan beban jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Kelebihan jembatan jenis ini adalah tidak
mudah bergoyang. Tidak heran mengapa banyak jembatan rel kereta api menggunakan
jenis ini.
Beban yang Bekerja dalam Perencanaan Struktur
Jembatan
Pembebanan Pada Jembatan
Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder.
Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan – tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang, bahan, sistem kontruksi, tipe jembatan dan keadaan setempat.
Beban primer jembatan mencakup beban mati, beban hidup dan beban kejut. Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu.
Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder.
Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan – tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang, bahan, sistem kontruksi, tipe jembatan dan keadaan setempat.
Beban primer jembatan mencakup beban mati, beban hidup dan beban kejut. Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu.
1. Beban
Primer
a. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap mrupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan. Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll.
a. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap mrupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan. Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll.
b. Beban
Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup yang ditinjau terdiri dari :
i. Beban Pedestrian / Pejalan Kaki (Tp)
Jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban hidup merata pada trotoar yang besarnya tergantung pada luas bidang trotoar yang didukungnya.
A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m 2) Beban hidup merata q : Untuk
A <= 10 m2 : q = 5 kPa
Untuk 10 m2 < A <= 100 m2 : q = 5 – 0.033 * ( A – 10 ) kPa
Untuk A > 100 m 2 : q = 2 kPa
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup yang ditinjau terdiri dari :
i. Beban Pedestrian / Pejalan Kaki (Tp)
Jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban hidup merata pada trotoar yang besarnya tergantung pada luas bidang trotoar yang didukungnya.
A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m 2) Beban hidup merata q : Untuk
A <= 10 m2 : q = 5 kPa
Untuk 10 m2 < A <= 100 m2 : q = 5 – 0.033 * ( A – 10 ) kPa
Untuk A > 100 m 2 : q = 2 kPa
ii. Beban
Jalur lalu lintas “D” (TD) Beban kendaraan yg berupa beban lajur “D” terdiri
dari beban terbagi merata ( Uniformly Distributed Load ), UDL dan beban garis
(Knife Edge Load ), KEL seperti pada Gambar 1. UDL mempunyai intensitas q (kPa)
yang besarnya tergantung pada panjang total L yang dibebani lalu-lintas seperti
Gambar 2 atau dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : q = 8.0 kPa untuk L ≤
30 m q = 8.0 *( 0.5 + 15 / L ) kPa untuk L > 30 m
c. Beban
Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getarangetaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut ditentukan dengan rumus: 2. k = 1 + ((20 / (50+L))
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getarangetaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut ditentukan dengan rumus: 2. k = 1 + ((20 / (50+L))
2. Beban Sekunder
a. Beban Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt <= 80 m Gaya rem, TTB = 250 + 2.5*(Lt – 80) kN untuk 80 < Lt < 180 m
Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt <= 180 m
b. Gaya
Akibat Perbedaan Suhu (ET)
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum rata-rata pada lantai jembatan. Temperatur maksimum rata-rata Tmax = 40 °C Temperatur minimum rata-rata Tmin = 15 °C
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum rata-rata pada lantai jembatan. Temperatur maksimum rata-rata Tmax = 40 °C Temperatur minimum rata-rata Tmin = 15 °C
c. Beban
Gempa (EQ)
i. Beban Gempa Statik Ekivalen Beban gempa rencana dihitung dengan rumus :
Kh = C * S
TEQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN) Kh = Koefisien beban gempa horisontal I = Faktor kepentingan Wt = Berat total jembatan yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan kN = PMS + PMA C = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi tanah S = Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan. Waktu getar struktur dihitung dengan rumus : g = percepatan grafitasi (= 9.8 m/det 2) KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yg diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m) WTP = PMS (str atas) + 1/2*PMS (str bawah) TEQ = Kh * I * Wt
T = 2 * p * √ [ WTP / ( g * KP ) ]
i. Beban Gempa Statik Ekivalen Beban gempa rencana dihitung dengan rumus :
Kh = C * S
TEQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN) Kh = Koefisien beban gempa horisontal I = Faktor kepentingan Wt = Berat total jembatan yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan kN = PMS + PMA C = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi tanah S = Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan. Waktu getar struktur dihitung dengan rumus : g = percepatan grafitasi (= 9.8 m/det 2) KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yg diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m) WTP = PMS (str atas) + 1/2*PMS (str bawah) TEQ = Kh * I * Wt
T = 2 * p * √ [ WTP / ( g * KP ) ]
d. Beban
Angin (EW)
i. Angin Yang Meniup Bidang Samping Jembatan Gaya akibat angin yang meniup bidang samping jembatan dihitung dengan rumus : TEW1 = 0.0006*Cw*(Vw)2*Ab kN Cw = koefisien seret Cw = 1,25 Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) Vw = 35,00 m/det Ab = luas bidang samping jembatan (m2) ii. Angin Yang Meniup Kendaraan Gaya angin tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat beban angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung dengan rumus : TEW2 = 0.0012*Cw*(Vw)2 * L / 2 dengan, Cw = 1,20
i. Angin Yang Meniup Bidang Samping Jembatan Gaya akibat angin yang meniup bidang samping jembatan dihitung dengan rumus : TEW1 = 0.0006*Cw*(Vw)2*Ab kN Cw = koefisien seret Cw = 1,25 Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) Vw = 35,00 m/det Ab = luas bidang samping jembatan (m2) ii. Angin Yang Meniup Kendaraan Gaya angin tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat beban angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung dengan rumus : TEW2 = 0.0012*Cw*(Vw)2 * L / 2 dengan, Cw = 1,20
ANTIKA SYAHPUTRI
10316967
3TA03
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA